Tips Mengelola Keuangan Keluarga Pasca Perceraian

Diposting pada

Tidak ada satupun orang di dunia ini yang menginginkan perceraian. Namun jika hal tersebut memang tak bisa dihindari, maka bisa jadi saat ini kamu perlu memikirkan soal keuangan. Pasalnya, perceraian bisa membuat siapa saja sulit dalam mengatur ataupun mengelola keuangan keluarga. 

Bukan sekadar perubahan status, perceraian juga sangat memengaruhi kondisi finansial kedua belah pihak yang bercerai. Mungkin bagi keluarga dengan double income yang mana suami dan istri sama-sama memiliki penghasilan, maka perubahan status bukan menjadi masalah. 

Namun, lain cerita bagi pasangan dengan single income yang hampir tidak mempunyai bekal finansial apapun. Kondisi perceraian bisa membawa kesulitan lebih dalam segi finansial. Misalnya, tadinya istri hanya di rumah saja mengurus rumah. Setelah bercerai maka ia harus berjibaku mencari nafkah untuk dirinya sendiri, belum lagi jika ada tanggungan anak dan juga pinjaman. 

Meski pahit, kondisi semacam ini tetap perlu dihadapi dan diantisipasi dengan sebaik mungkin. Berikut ini ada beberapa tips yang bisa digunakan untuk mengatur keuangan keluarga ketika terjadi perceraian. 

1. Mengorganisir Aset yang Dimiliki

Langkah pertama ketika perceraian sudah masuk di meja pengadilan adalah dengan mulai melakukan penghitungan secara detail seberapa banyak aset yang dimiliki. Berdasarkan UU Perkawinan pasal 25 nomor 1 tahun 1974, seluruh harta benda selama perkawinan merupakan harta bersama antara pihak suami dan istri.

Artinya, jika salah satu pihak ingin menjual aset hasil dari perkawinan tersebut, maka pihak tersebut harus meminta izin terlebih dulu. 

Harta bersama tersebut yang dikenal juga dengan harta gono-gini. Selama ini, harga gono-gini jadi salah satu potensi masalah utama ketika terjadi perceraian. Apalagi untuk pasangan suami istri yang tak memiliki perjanjian apapun soal pisah harta. 

Meski demikian perlu diketahui, bahwa menurut UU Perkawinan ada harta yang dikategorikan sebagai harta bersama. Di antaranya sebagai berikut:

  • Harta bawaan dari masing-masing pihak, baik suami maupun istri sebelum melangsungkan pernikahan. 
  • Harta milik masing-masing pihak, baik suami maupun istri setelah pernikahan tetapi berasal dari warisan, wasiat, maupun hibah. 

Saat terjadi perceraian, maka dua jenis harta di atas akan tetap jadi milik masing-masing pihak. Namun di luar golongan harta terkait, masuk dalam gono-gini yang harus dibagi saat terjadi perpisahan. 

Oleh sebab itu, kamu harus membuat daftar tertulis mengenai aset yang dimiliki melalui neraca keuangan secara terperinci. Lalu, simpan bukti kepemilikan aset yang dimaksud baik-baik. 

Baca Juga: Langkah-Langkah Mengajukan Gugatan Cerai ke Pengadilan

2. Selesaikan Tanggungan Utang Bersama 

Setiap orang yang berstatus menikah dan ingin mengajukan pinjaman atau utang ke suatu lembaga keuangan akan diminta untuk memenuhi persyaratan persetujuan pasangan terlebih dulu. Namun bila orang tersebut telah memiliki perjanjian atas harta yang terpisah, maka dia cukup menyerahkan salinan perjanjian tersebut kepada pihak lembaga keuangan atau perbankan. 

Utang bisa jadi suatu masalah besar di dalam sebuah pernikahan. Apalagi jika pasangan suami istri tersebut mengajukan utang dengan tujuan pembelian aset tertentu. Misalnya seperti pengajuan KPR yang cicilan per bulannya dibayar secara patungan. 

Alangkah baiknya jika utang tersebut bisa diselesaikan menggunakan harta bersama sebelum dibagikan setelah proses perceraian usai. Aset tersebut bisa dilunasi dengan harga dari kedua pihak, kemudian dijual dan sisa keuntungannya dibagi sama rata. 

3. Memiliki Produk Asuransi Jiwa

Jika dalam suatu perkawinan telah dilengkapi dengan kehadiran sang buah hati, maka perceraian apapun tidak memicu perubahan status legal dari seorang anak. Sang anak bakal tetap jadi ahli waris yang sah dari kamu. 

Inilah sebabnya, kamu wajib memiliki produk asuransi jiwa. Sebab, asuransi semacam ini bisa jadi perlindungan yang paling baik untuk menghadapi berbagai risiko finansial ketika sang pencari nafkah harus kehilangan kemampuannya dalam mendapat penghasilan. 

Nantinya, uang pertanggungan yang berasal dari asuransi tersebut bisa dimanfaatkan oleh sang anak untuk membiayai semua keperluan hidupnya di masa mendatang. Bisa juga untuk memenuhi pembayaran proses pengubahan atau balik nama dari aset yang diwariskan. 

4. Penuhi Tunjangan Anak\

Selain menyiapkan dana pensiun, tujuan finansial lainnya sebagai orangtua adalah memastikan anak mendapat akses pendidikan secara layak. Seperti yang diketahui, anak merupakan tanggung jawab dari kedua orangtuanya meski mereka memutuskan untuk berpisah atau bercerai. 

Kendati undang-undang telah mengatur mengenai kewajiban tunjangan anak, yakni suami sebagai sang kepala keluarga dibebankan tanggung jawab yang jauh lebih besar. Namun faktanya, tuntutan yang juga sama besar tersebut harus ditanggung oleh pihak istri. 

Berdasarkan kondisi semacam itu, penting artinya untuk setiap pasangan yang hendak bercerai membuat semacam perjanjian. Fungsi dari perjanjian tersebut untuk mempertegas setiap kewajiban dari mantan pasangan terkait tanggungan tunjangan anak. 

Dengan demikian, kewajiban tunjangan anak tak akan menggugurkan kewajiban ayah ataupun ibu. Bahkan, saat perjanjian terkait menyatakan bahwa tanggung jawab akan dibagi dua. Maka harus dibuat sedetail mungkin, terutama soal apa saja rincian alokasi kewajiban dari ayah maupun ibu.